Sabtu, 29 Desember 2012

Lelucon Cinta part 2

Yang baru baca TABUNG ini, baca yang part 1 nya dulu ya ;) karena kalo langsung sini ga seru hahaha


27 Maret 2012

Berbagai referensi sedang ditelusuri oleh kelompok karya tulis Faya. Mulai dari buku ensiklopedia, karya tulis yang telah dibuat oleh para seniornya sampai browsing di internet. Terlihat Erlan yang sedang berkutat dengan notebook-nya, sedangkan Yasha mulai mengetik hasil pencariannya dari ensiklopedia. Rizal dan Merry izin tidak bisa ikut kerja kelompok hari ini. Alasan Rizal sih karena ia ada urusan OSIS yang tidak bisa ditunda. Maklum, dia adalah ketua OSIS yang baru. Kalau alasan Merry adalah ia harus pulang cepat karena ada keperluan dengan keluarganya, entah itu apa. Walaupun begitu Yasha, Erlan dan Faya tidak percaya, karena tadi terlihat Merry pergi bersama teman-temannya ke arah yang berlawanan dari rumahnya.
      Dan anggota terakhir baru saja datang. Tidak lupa dia menggendong gitar yang tak pernah lepas dari punggungnya, kecuali saat belajar di kelas, mandi dan tidur. Dengan bersiul santai, dia langsung bergabung dan sok ingin membantu Erlan mencari bahan karya tulis. Nggak lupa mengomentari hasil pencarian Erlan. Seketika Erlan langsng melirik sinis padanya namun dia terlanjur beranjak ke sebelah Yasha. “Duh, lo tuh kemana aja sih! Udah nggak bilang kemana lagi!”, omel Yasha sambil menyalin sesuatu dari buku ke notebook-nya. “Nggak usah ngomel dulu, Sha.. Gue cukup peka kok buat bantuin lo ngetik ini hehehe,” bela cowok itu yang langsung menggeser notebook Yasha ke hadapannya.
      Faya meliriknya sedikit-sedikit dari balik bukunya. Oke, sebenarnya ‘sedikit-sedikit’nya itu lama-lama menjadi banyak. Emang cuma Farres deh yang bisa membuat Yasha berhenti ngomel, batinnya. Ia pun kembali serius mencari bahan untuk karya tulisnya.
      Hari pun semakin sore. Tiba-tiba gerimis pun turun dan semakin lama semakin deras, namun tanpa angin kencang. “Gue keluar sebentar ya, coy. Mau ngadem,” kata Faya tiba-tiba.. Setelah mendapat anggukan persetujuan dari Yasha dan Erlan, ia keluar kelas dan bersandar pada dinding pembatas. Hujan memang menenangkan, batin Faya sambil memejamkan mata. Membayangkan seluruh masalahnya luntur terguyur hujan sungguh sangat menyejukkan. Sekilas bayangan tentang Nando berkelibat. Suatu malam di rumah Faya, Nando pernah mengatakan jika hujan dapat menghantarkan ‘pesan rindu’ kita pada orang yang kita rindu. Entah siapa kali ini yang ingin kukirimi ‘pesan rindu’, Faya memikirkannya. Wajah Nando terbayang di benak Faya. Indah memang mengingatnya ketika bersama Nando. Namun tiba-tiba wajah Riris muncul Faya pun teringat pada cerita Tissa tempo hari. Faya tetap belum bisa menyimpulkan kehendak Nando. Mungkin Tissa akan lebih mengerti... Tissa, sahabatnya dan kekasih Farres. Seketika kelibatan kenangan tentang Farres tadi siang berputar pelan di kepalanya. Sikapnya.. .Matanya... Suaranya...
      “Fay, kok lo aneh sih merem-merem alay sambil ngulurin tangan gitu? Mau jadi pengemis hujan lo? Apa pengemis cinta? Ahahaha,” ledek Farres diiringi tawanya yang meledek. Dia membawa sebuah bangku keluar kelas. “Yeuuu emang gue mau ngemis ke siapa coba! Ada juga cowok pada ngantri ngemis cinta gue!”, sahut Faya membela diri sambil tertawa. Farres bergaya pura-pura muntah dan akhirnya ikut tertawa. Tertawa lepas bersama diiringi hujan.
“Kok lo bawanya cuma satu sih, Res? Nggak peka deh jadi cowok. Kan gue juga capek,” keluh Faya pada Farres yang malah sudah duduk dan mulai memetik gitarnya. “Karena gue mau main gitar buat ngiringin lo nyanyi. Nyanyi enakkan berdiri kan?”, kata Farres ngeles seenaknya. Belum sempat Faya protes, alunan lagu berjudul Orang Ketiga milik band Hivi! terdengar lembut dari alat musik berwarna cokelat tersebut.

Saat berjumpa dan kau menyapa
Indah parasmu hangatkan suasana
Buatku tak percaya
Mimpi indahku jadi nyata

Nada-nada yang dimainkan Farres tidak jauh berbeda dengan band aslinya. Perbedaanya adalah bahwa Farres bukan artis, Farres cuma sendiri dan yang memainkan adalah Farres. Permainannya begitu lembut, mengalir dan membuat tenang orang yang mendengarnya. Faya terhanyut dalam buaian irama yang bercampur lirirk-lirik penuh makna. Bayangan yang pertama memenuhi pikirannya, entah kenapa adalah Nando.

Saat sendiri jalani hari
Bayang-bayangmu selalu menghampiri
Dan akupun mengerti
Apa maunya hati ini

Faya mendengarkan dengan penuh penghayatan. Matanya memandang jauh ke langit yang kini berwarna putih mendung. Namun jiwanya mengingat masa lalu dan membuatnya merindukan seseorang. Seseorang yang menjadi bayangan di pikirannya. Tak sadar mulutnya bergerak melantunkan lirik-liriknya.

Namun tiba-tiba kau ada yang punya
Hati ini terluka
Sungguh ku kecewa
Ingin ku berkata

Tiba-tiba suara Farres terdengar mengikuti. Sebelumnya ia tidak pernah mau bernyanyi. Faya langsung menengok terkejut ke arahnya dengan senyuman cerah. Ia ingin tertawa, tetapi tidak ingin mengganggu momen bahagia yang langka ini.

Kasih maaf bila aku jatuh cinta
Maaf bila saja ku suka
Saat kau ada yang punya

 Suasana telah berubah menjadi hangat. Farres tak dapat berhenti tersenyum sambil terus memainkan gitarnya dan berduet dengan Faya. Suaranya yang bass mampu mengimbangi suara tinggi Faya.
Faya terus bernyanyi dan tanpa sadar ia juga menatap Farres dalam. Sirat mata keduanya seolah menyiratkan sesuatu yang tak bisa diungkapkan secara lisan.

Haruskah ku pendam rasa ini saja
Ataukah ku teruskan saja
Hingga kau meninggalkannya
Dan kita bersama

Senyum mereka lambat laun mulai pudar ketika sampai di ujung lagu. Perasaan mereka yang telah terbawa jauh oleh suasana, tiba-tiba membuat pikiran ragu. Dan tersadar akan makna lirik lagu tersebut. Hening menguasai suasana tanpa menghalangi keempat mata yang saling mencari jawaban akan sebuah pertanyaan.
Jelas raut wajah Farres yang terlihat bingung, ingin marah sekaligus senang, menjelaskan kegundahan perasaannya. Ekspresi Faya lebih terlihat kecewa dan sedih namun tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Pikiran masing-masing terbang ke momen terakhir yang baru terjadi dan mencoba mendeskripsikan perasaan yang hadir. Mereka berdua terdiam dalam waktu lama dan saling bertatapan. Walau anehnya terasa benar.
Brak!  Terdengar suara pintu terbanting oleh seseorang. Faya yang spontan menengok melihat sekilas dengan jelas ekspresi kekecewaannya. Tatapan kecewa dari seseorang yang sempat menjadi bayangan pikiran Faya. Nando pergi dengan marah.
***
      Dengan langkah gontai Faya langsung menuju ke kamarnya sepulang sekolah. Tanpa melepas seragamnya, ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Kepalanya mulai penat dengan berbagai pikiran. Ia bingung dengan ekspresi Nando. Dia mungkin cemburu dan itu wajar karena ia memang sedang dekat dengan Faya. Namun Faya menjadi bertanya-tanya, apakah sebegitu besar rasa sayang yang dimiliki Nando untuknya? Sedikit rasa senang mulai menyelimuti hati Faya.
      Akan tetapi yang lebih membuat Faya bingung adalah perasaannya pada Farres. Tidak pernah sekalipun ia memikirkan perasaannya terhadap Farres. Menurutnya Farres hanyalah seorang teman. Temannya saat belajar, saat menemukan hal baru, saat bersantai,  saat saling membutuhkan, saat salah satu atau keduamya sedih, atau saat mereka bahagia. Sebentar... Kenapa Farres tampaknya hadir setiap saat di samping Faya? Perlahan-lahan senyuman terlukis di wajah manis Faya. Ia baru sadar bahwa dirinya telah terbiasa dengan Farres. Mungkin selama ini tampak Farres yang membutuhkannya, namun tanpa sadar Faya lah yang membutuhkan Farres. Butuh nasehatnya, butuh penghiburannya, butuh ide cemerlangnya dan butuh canda tawanya.
      Perasaan bersalah pun muncul di hati Faya. Ia ingat pada sosok Tissa, teman baik sekaligus pacar Farres. Mengingat baru saja memikrkan Farres sedemikian rupa, Faya merasa telah mengkhianati temannya. Faya tak akan tega menusuk Tissa dari belakang, karena membayangkannya saja sudah cukup sakit. Dan ia pun ingat pada Nando. Seseorang yang terlihat cemburu melihat momen terakhirnya dengan Farres. Seperti telah lama memendam kecemburuan itu. Faya sudah mencoba menghubunginya lewat telepon, namun jika tidak dimatikan, ya diabaikan saja. Begitu juga dengan SMS atau jejaring sosial. Mulai bertanya kabarnya sampai meminta maaf atas kesalahan Faya yang belum tentu benar. Dan semuanya tidak ada balasan.
Rindu pada kebersamaannya dengan Nando muncul. Matanya, suaranya, senyumnya, tawanya dan perasaannya. Mengingat itu semua membuat hati Faya berdesir senang. Pipinya mulai merona hanya karena membayangkan wajah Nando. Namun tiba-tiba wajah Farres terbentuk di pikiran Faya. Ia tidak tahu apa jenis perasaannya terhadap Farres. Dan Ia tidak tahu bahwa beberapa blok dari rumahnya, seorang pria sedang merasakan hal yang sama.
***
      30 Maret 2012
      “Maaf ya Fay gue kemarin kelepasan. Gue sebenarnya iri sama kedekatan dan persahabatan kalian. Kalian ketawa bareng, nyanyi bareng, ngerjain tugas bareng, semuanya bareng,” aku Nando pada Faya. Bel istirahat kedua baru saja dibunyikan lima menit yang lalu dan Nando langsung menarik tangan Faya untuk keluar kelas.
      Sambil berjalan menuju masjid untuk sholat Dzuhur, Nando memaparkan seluruh perasaannya. Awalnya dia hanya menjelaskan kejadian ‘membanting’ pintu kemarin. Faya hanya senyam-senyum menanggapi. Dugaan tentang Nando yang cemburu mungkin benar.
      Dan ia senang bisa mengetahui hal itu. Sampai senyumnya memudar perlahan, berganti dengan ekspresi bingung pada sebuah pertanyaan.
      “Perasaan lo ke Farres tuh kayak apa sih, Fay?”, tanya Nando tiba-tiba. Wajah Faya langsung menegang. Ia kebingungan bagaimana menjawab pertanyaan itu sebelum terlihat salah tingkah duluan. Bagaimana aku bisa memberitahu Nando? Aku saja tidak tahu dan tidak bisa untuk ‘memberitahu’ diriku sendiri, batin Faya kebingungan. Otaknya diputar untuk mencari jawaban yang paling aman.
      “Gue sayang sama Farres, Nan. Gue sayang dia sebagai sahabat gue dan kakak laki-laki gue. Gue daridulu nganggep dia sebagai kakak gue, karena gue nggak punya kakak cowok hehehe,” jawab Faya cengengesan. Faya tahu dia tidak bohong, tapi ia juga tahu bahwa ia tidak jujur.
      “Oooh, gue ngerti kok perasaan itu,” Nando menanggapi sambil melirik Faya sekilas.
      “Kalau lo gimana Nan? Perasaan lo ke Riris gimana?”, Faya mendapat ide untuk memutar balikkan pertanyaan Nando. Pada dasarnya Faya memang tidak begitu menyukai hubungan mereka berdua. Terlalu intim, terlalu dekat, terlalu lembut untuk hanya sekedar ‘sahabatan’. Ia pun takut gosip yang beredar itu benar, bahwa Nando menyukai Riris.
      “Gue.....gue...... Ehm, gue ngaku kalau gue dulu sempat suka sama dia,” jawab Nando sedikit menunduk. Seketika Faya langsung merasa menyesal menanyakan hal itu, karena ternyata ia belum sanggup menerima kenyataan. Tapi sebentar.... Dulu? Sempat?
      “Tapi itu kan dulu, Fay. Dulu kita emang dekat banget. Dan gue tahu kalau gue nggak ada harapan karena Riris udah jadian lama banget. Walau pada akhirnya gue selalu pengen ada di sampingnya. Sampai akhirnya gue ketemu orang itu, Fay”, Nando menjelaskan dari awal tentang dirinya saat bertemu dengan orang yang ia maksud. Wajah Faya yang sebelumnya menunduk murung, perlahan terangkat ke atas. Barisan ungkapan hati Nando mengalir dari bibirnya. Sekilas Faya menatap mata Nando, yang membuatnya hangat dan tenang namun penasaran. Dan tak jarang melihat ke arah lain karena tak bisa menahan salah tingkah dan degupan jantung. Entah kenapa Faya ‘geer’ sendiri dan berfirasat orang itu dia. Tapi Faya mulai berpikir pesimis dan merasa kecewa.
“Gue udah lupa Riris kok, Fay. Karena bantuan orang itu. Orang yang gue sayang,” Nando menyimpulkan jawabannya. Hanya saja Faya tetap ingin tahu siapa orang itu.
      Mereka telah sampai di depan tangga menuju masjid. Keheningan menguasai ketika mereka membuka sepatu. Nando selesai sedikit lebih cepat dibanding Faya dan berjalan menaiki tangga lebih awal. Faya mengikuti dibelakangnya. Tiba-tiba Nando menengok ke belakang dan melemparkan senyuman manisnya. Walau terasa sedikit kecewa, namun senyuman itu membuat Faya bisa membatin senang. Ah indahnya hari ini!
***
      Sekolah telah sepi. Hanya tampak beberapa murid di kelas-kelas XII yang sedang mengerjakan tugas kelompok. Semilir angin meniup rambut Faya yang sedang bersandar di tembok pembatas. Di kelas hanya ada Yasha, Farres, Tissa dan Nando. Mereka sedang asyik bermain kartu UNO. Faya sudah memenangkan permainan itu berkali-kali. Sambil menunggu permainan baru selanjutnya, ia menunggu di luar. Senang rasanya mendengar tawa mereka. Ia kembali menatap langit mendung. Wajah sahabat-sahabatnya terbayang diatas sana. “Gue sayang kalian,” ungkap Faya tanpa sadar.
      “Sayang sama siapa Fay? Gue?”, celetuk Nando yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Rambut tebalnya menari-nari tertiup angin. Wajah tampannya bersemu merah.
      “Yeeee, geer lo, Nan!”, kata Faya sambil memukul punggung Nando. Nando pun mengusapnya pura-pura kesakitan.
      “Udah selesai mainnya, Nan?”, tanya Faya sambil melihat ke arah ketiga sahabatnya. Anehnya mereka seperti baru memperhatikan mereka dan langsung melihat ke arah yang berbeda-beda sambil bersiul.
      “Gue menang duluan, walau setelah lo sih. Jadi gue kesini deh, abis nggak tega ngeliat lo bakal masuk angin sendirian!”, ledek Nando yang sukses membuat Faya menatap sinis ke arahnya. Alhasil mereka pun tertawa bersama walau sebenarnya tidak ada yang lucu. Siapa sih yang nggak senang tertawa bersama orang yang kita suka?
      “Nan, gue boleh tahu nggak siapa orang yang ngebantu lo move on dari Riris?”, tanya Faya hati-hati. Ia takut Nando marah atas keingintahuannya yang terlalu besar.
“Serius lo mau tahu?”, Nando malah bertanya balik. “Serius lah, Nan. Kali gue bercanda,” ujar Faya. “Yaudah nggak usah ‘nge-gas’ juga dong, neng hehe”, Nando cengengesan sambil mencolek pipi Faya.
      “Orang yang membantu gue untuk move on dari Riris itu...”, Nando menarik nafasnya. Entah kenapa jantung Faya mulai berdegup. Sebenarnya ia hanya mencoba siap untuk mengetahui jawabannya. Baik maupun buruk.
      “Orang itu adalah cewek yang lagi gue tatap sekarang,” kata Nando yang langsung menatap lawan bicaranya. Faya langsung menjadi salah tingkah dan sedikit tegang.
      “Orang itu lo, Faya”, Nando nyengir sambil mengacak-ngacak rambut Faya. Pemilik rambut itu spontan merapikan rambutnya, sambil mencoba menyembunyikan wajah merahnya yang tegang.
      “Serius lo?”, Faya ingin memastikan sekali lagi. “Iyalaaaah, gue suka sama lo, Fay. Dan makin lama, gue jadi sayang sama lo. Mau kan jadi pacar gue?”, Nando bertanya sambil tetap nyengir tampan walaupun wajahnya juga sedikit merah.
      Faya ingin langsung mengiyakan tawaran itu. Namun tiba-tiba ia ingat pada seseorang. Ia pun menengok ke dalam kelas dan melihat ke arah ketiga sahabatnya. Yasha dan Tissa hanya tersenyum. Faya melihat Farres memberi anggukan. Seketika Faya mengiyakan pertanyaan Nando. Dan keduanya saling tertawa malu diiringi tangan Nando yang mulai mengacak rambut Faya.
      Farres, Yasha dan Tissa keluar dari kelasnya dengan wajah cerah. Mereka semua menyalami Nando dan Faya seperti layaknya pengantin. Senyum tulus terpancar dari wajah mereka. Saat tiba giliran Farres menyalami Faya, senyuman tulus terlukis di wajah Farres. Namun tampak tatapan yang hanya mereka berdua mengerti artinya. Tatapan yang berarti tak rela dan tak ada lagi harapan.
***

Minggu, 16 Desember 2012

Lelucon Cinta

Hola hola holaaaa :D
Udah lama ga ngepost ya :')
Ini nih, gue mau mencoba ngepost sebuah "TABUNG". Bukan, bukan foto kaleng, tabungan apalagi bayi tabung.

Tapi, TABUNG adalah....*jeng jeng jeng jeeeeeng* CERITA BERSAMBUNG!!

Jadi ini sebenernya cerpen gue buat tugas sekolah. Awalnya gue pikir maksimal jumlah kata buat cerpen itu 10.000, tapi ternyata... cuma 5000 -_-
Dan jumlah kata di cerita ini juga 5000 kok... lima ribu sembilan ratus lebih yeah.

So, gue buat aja jadi Tabung dan.... Cekidot!




Cewek sama cowok nggak bisa sahabatan? Kenapa? Takut adanya benih-benih cinta? Ah, basi!
**
      3 Februari 2012
Cewek. Gadis. Wanita. Perempuan. Semuanya sama. Walaupun punya karakter yang berbeda tapi tetap saja sama. Sama-sama suka bergosip, terkadang senang dimanja, senang dipuji dan menyukai cowok. Terutama yang terakhir. Dan itu yang menjadi masalah. Wanita diciptakan untuk menyukai pria. Begitu sebaliknya. Bukan hanya menyukai, tetapi mencintai. Jadi, apa bisa hanya sekedar menjadi sahabat?
      Bisa! jawab Faya, yakin. Ya memang itu yang terjadi padanya. Faya bisa bersahabat dengan cowok. Bukan karena ia tomboy atau tidak memiliki teman perempuan, tetapi karena....entahlah. Persahabatan terjadi dengan sendirinya.
      “Fay! Liat matematika dong” kata Farres, sahabat cowok Faya entah sejak kapan. Pertama kali melihat Farres, Faya takut menatap matanya. Bukan, bukan karena takut menjadi salah tingkah tetapi matanya terlalu tajam. Terlalu tajam untuk orang yang belum mengenalnya. Untung mereka tak sekelas di tahun awal SMA. Tetapi sekarang....
      “Aaaah Farres, kemarin kan udah gue sms kalo ada PR. Kenapa lo nggak ngerjain sih? Usaha dikit kek,” jawab Faya, kesal. Ia memang setiap hari mengirimi Farres sms berisi PR-PR semenjak Farres memintanya. “Pleaseee...gue udah  coba ngerjain kok tapi ada yang nggak ngerti jadinya bete. Boleh ya? Ajarin gue juga deh” mohon Farres dengan tatapan nanar yang sok-ingin-nangis-dan-putus-asa.
      “Nggak usah sok nangis lu. Udah sini gue ajarin. Ntar lo kerjain. Oke?” sanggup Faya sambil membereskan buku-buku di mejanya. Teman sebangkunya, Yasha, belum datang dan dia takkan datang sepagi ini. Tidak seperti Faya dan Farres. Bedanya, Faya sudah terbiasa datang pagi karena takut terlambat, sedangkan Farres karena belum mengerjakan PR.
      “Nih Res, lo harus udah ngerti dasarnya dulu. Lo harus mengerti apa itu data, median, modus dulu, Res” ajar Faya yang telah duduk bersebelahan dengan Farres.
      “Yailah Fay, itu gue udah ngerti kali.  Ajarin gue soal-soal yang susah ajaaa,” kata Farres dengan gaya meremehkannya. Dengan sukses ia membuat Faya meliriknya dengan tatapan sinis.
      Faya pun melanjutkan “sesi mengajarnya” dengan cara langsung terjun ke soal, menuruti kemauan muridnya. Ada beberapa alasan yang membuat Faya mau repot-repot memberitahukan seluruh PR lewat sms pada Farres, mengajari Farres atau mau menjadi teman sekelompoknya Farres. Alasannya adalah karena Faya merasa Farres sebenarnya pintar jika dia berusaha lebih keras. Hal ini dapat dibuktikan dengan kemauan dia belajar dan cepat tanggap pada pelajaran. Tapi halangan terbesarnya adalah: malas.
      Kelas mulai ramai. Dan bukan hanya Farres sekarang yang sibuk dengan PR matematika. Banyak juga yang belajar pelajaran sejarah karena hari ini akan diadakan kuis dadakan. Aneh sih belajar untuk sesuatu yang dadakan, yang artinya kita seharusnya belum tahu. Tapi gosip-gosip dari kelas lain selalu ada. Alhasil kelas Faya telah mempersiapkan segalanya untuk sejarah demi mendapatkan nilai yang memuaskan
      “Fay, boleh pinjam catatan matematika lo nggak? Pas yang kemarin gue bingung nyatetnya darimana,” kata Nando yang tiba-tiba duduk menghadap Faya dan Farres. Faya cukup kaget dengan kehadirannya karena sedari tadi ia memperhatikan pekerjaan Farres.
      Belum sempat Faya menjawab, Farres menyambar “Bentar dulu, Nan. Catatan Faya lagi gue pakai buat ngerjain PR nih. Lo kan udah pinter, jadi santai aja bro”, katanya sambil tetap mengerjakan PR nya. “Woles aja bre, gue nggak buru-buru kok. Lo ngerjain PR, Res? Gue belum ngerjain nih,” kata Nando sambil memperhatikan keadaan kelas yang mulai bising. Berbeda dengan Faya, yang perhatiannya pada pekerjaan Farres teralihkan pada Nando.
      Nando adalah murid yang pintar dan sering menjuarai berbagai kompetisi akademik. Baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ia juga jago dalam bidang seni lukis dan olahraga. Selain itu ia adalah orang yang menyenangkan dan ya, semua gadis tahu kalau Nando memiliki wajah yang tampan. Wajahnya merupakan campuran dari suku Jawa, Sunda dan Turki. Kulitnya putih, alisnya tebal, garis matanya tegas dan khas Turki. Tapi tidak meninggalkan “manis”nya orang Jawa. Sempurna?. Entahlah, manusia tak ada yang sempurna, bukan?
      “Fay, boleh lihat PR lo nggak? Gue banyak soal yang belum nih,” kata Nando tiba-tiba yang langsung menengok ke arah Faya. Faya yang sedari tadi memperhatikan Nando tentu terkejut dan menjadi malu sendiri. Bodoh banget sih, Fay... sampai ke-gep gitu, batin Faya dalam hati. Faya pun menjadi salah tingkah dan membuat Nando bingung sendiri.
      “Fay? Boleh nggak?” tanya Nando sekali lagi, tidak menyadari apa yang terjadi. “Boleh Nan! Boleh banget kok. Nih,” jawab Faya spontan sambil menyodorkan buku bersampul cokelat. Farres yang dari tadi tetap konsentrasi pada pekerjaannya langsung menatap dengan ekspresi kaget dan heran bercampur kesal pada Faya, “Demi apa lo bolehin Nando pinjem, Fay? Terus kenapa tadi gue nggak boleh pinjeeeem?” kata Farres sambil mencubit lengan Faya yang langsung meringis karenanya. Nando hanya tertawa melihat keduanya. Maklum, pemandangan seperti ini sudah tak asing lagi di kelas. “Iiiih.. gue pinjemin Nando tuh karena dia udah pinter! Dan gue tau banget kalau dia itu nggak nyontek gitu aja kayak lo, Res! Dan cuma jadiin latihan gue sebagai acuan!”, teriak Faya setelah berhasil membalas cubitan Farres, yang meringis kesakitan dan merasa menyesal telah mencubit Faya.
      “Apa? Lo tau banget Nando? Cieeee lo emang stalker nya Nando sejati deh! Uhuuuuy,” ledek Farres yang langsung membuat wajah Faya memerah. “Bukan gitu, Res. Tapi gue pengen lo tuh memahami materi ini. Kalau gue pinjemin, lo pasti bakal jadi malas ngerjain dan memilih buat nyalin aja. Gue kan tau banget sikap lo,” jelas Faya yang berusaha keras berkspresi biasa saja walaupun wajahnya tetap memerah. Dia sendiri tidak mengerti mengapa wajahnya menjadi seperi kepiting rebus. Mungkin ada satu alasan, tetapi Faya sendiri belum yakin dengan alasan itu.
      “Cieeeeee, pengertian banget sih, Fay, sama Farres,” goda Nando sambil mencolek dagu Faya. Wajah Faya yang sudah merah, makin merona karenanya. Entah karena diledek dengan Farres atau karena colekan singkat dari Nando. Yang pasti, kedua cowok itu puas menertawakan Faya yang wajahnya belum kembali normal juga. Faya yang menjadi objek tertawaan, sebal dibuatnya dan melengos pergi keluar kelas.
      Udara pagi ini mendung walau belum ada tanda-tanda yang lebih jelas akan turunnya hujan. Faya sangat suka hujan. Menurutnya hujan itu dapat menyejukkan pikiran walau sering kali membangkitkan kenangan lama. Faya bersandar pada tembok pembatas koridor dan menatap langit. Kelas Faya berada di lantai tiga, sehingga sangat sering terasa angin segar disana. Pikiran tentang Farres dan Nando pun mendominasi kepalanya. Mereka sudah berteman cukup lama walaupun tidak sepenuhnya Faya memahami mereka. Farres sangat sering meminta bantuan Faya tentang pelajaran, begitu juga dengan Nando yang sering meminjam catatan Faya. Mereka pun cocok menjadi teman mengobrol Faya. Ia pun yakin perasaannya pada mereka hanya sebatas sahabat. Namun dia tetap tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.
Faya pun menengadahkan tangan berharap setetes hujan membasahinya. Dan kecewa seketika karena perbuatannya barusan sia-sia. Tepat setelah Faya menengok ke kiri, Tissa, pacar Farres, sedang berjalan menuju kelasnya sambil membawa kotak bekal. Pasti mau sarapan bareng lagi, batin Faya. Faya sedikit kesal, karena pasti Farres tidak melanjutkan latihannya. Atau... kesal karena cemburu?
“Sendirian aja, Neng,” tiba-tiba seseorang ikut bersandar di samping Faya. “Lah, Nan, udah selesai minjem buku gue?”, tanya Faya yang sebenarnya masih terkejut. “Belum, Fay. Maaf ya. Soalnya gue juga mau dong ngerasain angin-angin mendung unyu gini hahaha,” kata Nando seraya tertawa yang diikuti oleh Faya. “Iya bener, Nan! Rugi deh kalau nggak ngerasain udara hari ini,” ujar Faya. Memang benar udara pagi ini sangat sejuk, apalagi ditemani sama Nando hihihi, eh keceplosan..
“Fay, nanti malam lo dirumah kan?”, tanya Nando tiba-tiba. “Di rumah kok, Nan. Mau kerumah?”, kata Faya dengan menawarkan walau tidak yakin, “Iya Fay. Gue butuh teman buat ngerjain Bahasa Jepang. Nggak ngerti-ngerti nih. Boleh kan? Nanti gue lanjutin deh cerita Superman Nyasar Di Mars. Oke?”, sambil menatap dalam mata Faya. Yang gini nih yang nggak bisa ditolak. Mainnya pakai mata, pikir Faya. “Oke Nan, okeeee,” jawab Faya senang hati. Walaupun rumah Faya sering dikunjungi oleh Nando, namun rasanya tetap menyenangkan mendengar kabar itu.
Tiba-tiba keluar Riris, salah satu siswa di kelas sebelah. Ia pun langsung menuju tembok pembatas dan menghirup udara yang sejuk ini. Spontan, Nando langsung menghamipirinya dan menyapanya dengan wajah berseri.
Mereka pacaran? Tidak sama sekali. Dan itu merupakan pengakuan dari Nando dan Riris. Selain itu Riris adalah teman Faya semenjak duduk di Sekolah Dasar dan ia sangat mengetahui kalau Riris sudah jadian dengan teman SD mereka. Tetapi banyak yang mengira kedekatan Nando dan Riris adalah sebagai sepasang kekasih. Mereka mengaku hanya bersahabat, walau...sikap mereka seperti sepasang kekasih. Terlihat keduanya mengobrol dengan semangat, apalagi Nando. Sangat berbeda dengan ketika ia mengobrol dengan Faya tadi.
Nando terlihat berbeda.Cara berbicaranya pada Riris, tatapannya sampai sikapnya pada Riris sangat terlihat begitu spesial. Orang awam yang melihat mereka pasti dapat langsung menebak kalau Nando menyayangi Riris. Tetapi tidak untuk Faya. Bukannya Faya sangat bodoh untuk tidak menyadari hal ini, namun ia menolak untuk menyadarinya.

***
16 Maret 2012
“Iya Fay, emang katanya mereka nggak jadian, tapi sikap mereka berdua itu loh...kok dekat banget,” gosip Tissa dengan semangat menggebu-gebu. Untuk urusan bergosip, memang Tissa jagonya. Ehm..maksudnya biangnya.
“Dari dulu si Riris sama cowok memang seperti itu sih, Tis. Dekat dengan cowok sampai seperti pacar sendiri. Gue juga sering banget risih sama sikap dia yang kayak gitu,” timpal Faya menanggapi. Perkataan tersebut sudah sangat sering dikatakan oleh Faya. Dan memang, banyak yang mendukung tanggapannya tersebut, baik karena mengamati sendiri maupun karena ikut-ikut saja.
“Tuh kan, Fay. Lo tahu sendiri dia kayak gimana. Bukan cuma itu! Lihat deh cara mereka ketika lagi saling menatap, kayak nggak ada kata ‘cuma teman’ diantara mereka! Dan parahnya lagi, mereka tuh kalau lagi sepi, suka ngomong pakai ‘aku-kamu’! Bukan gue aja loh, Fay, yang dengar. Tapi si Rina, Fika bahkan Farid juga dengar!”, gosip Tissa semakin mempengaruhi pikiran Faya.
“Masa sih, Tis?”, tanya Faya tidak percaya. Ia memang belum mengetahui hal terakhir secara langsung, dan mencoba berpikir positif kalau menggunakan ‘aku-kamu’ itu bukan cuma untuk orang pacaran aja kan? Anak kecil juga menggunakan itu...mungkin saja keduanya kekanak-kanakan.
“Iya, Fay. Bahkan banyak loh kakak kelas yang nanya ke anak-anak angkatan kita tentang hubungan mereka. Guru-guru pun sering mengoda mereka,” jawab Tissa sambil mengipas-ngipas. Mungkin dia kepanasan karena gosip yang dibicarakan terlalu ‘panas’.
Hati Faya semakin bingung. Bingung bagaimana memandang sahabatnya yang satu itu seperti apa. Nando pasti hanya menganggap dirinya sebagai sahabat, tidak lebih. Pasti aku hanya kegeeran aja, pikir Faya pesimis. Ia tak bisa peka dengan sifat dan apa yang sebenarnya ingin dilakukan Nando. Baginya Nando itu sulit ditebak dan menurutnya Nando hanya menganggapnya teman dekat. Iyalah, mana mau dia sama cewek dekil kayak aku. Udah dekil, kusam, jelek lagi. Nyadar diri aja deh, Fay, kata Faya putus asa dalam hati.
***
      27 Maret 2012
      Tugas menumpuk semakin banyak. Mulai dari praktek Kimia, drama Bahasa Indonesia sampai karya tulis setelah mengikuti program goes to campus dua minggu yang lalu. Kebanyakan memang merupakan tugas kelompok, tapi sialnya Faya harus terjebak dengan Farres dalam seluruh kelompok. Selain dipilihkan karena absen mereka berdekatan, tetapi juga karena tempat duduk mereka yang berdekatan. Mungkin sudah takdir. Toh, dengan adanya Farres, aku jadi punya teman yang nyambung di dalam kelompok, batin Faya berpikir positif.
      “Fay, nanti pulang sekolah kerja kelompok karya tulis ya! Cicil aja mulai dari sekarang,” kata Erlan saat istirahat. Memang deadline karya tulis masih lama sekali, yaitu bulan Mei. Sedangkan sekarang sudah bulan Maret, tetapi kelompok kami belum memiliki konsep sama sekali. “Sekalian bilangin ke Farres ya, Fay”, tambahnya. “Lah lo bilang langsung aja, Lan. Dia pasti langsung nurut deh sama lo,” kata Faya sambil membuka kotak bekalnya. Aroma udang asam manis pun langsung menyeruak masuk ke hidung mancungnya.
      “Tapi Fay, kalo sama gue dia cuma bakal inget saat itu aja. Nah cuma lo Fay yang bisa menangani dia. Gue juga nanti coba bilangin ke dia kok,” ucap Erlan sambil mencomot udang asam manis milik Faya. Entah kenapa orang-orang merasa yang dapat menangani Farres hanyalah Faya. Padahal sikap yang dilakukan Faya pada Farres biasa saja, sama seperti orang lain.
      “Yaudahlah, Lan. Nanti gue kasih tahu deh,” pasrah Faya. Erlan pun pergi setelah menepuk-nepuk pundak Faya dengan maksud menyemangati. Entah menyemangati untuk apa. Atau Faya salah mengartikan ‘tepukan-pundak’ itu? Faya pun tidak peduli dan meneruskan makan bekalnya sendirian. Yasha, yang juga merupakan teman seperbekalan, hari ini ternyata lupa membawa bekal karena katanya seluruh anggota keluarganya di rumah terlambat bangun. Sungguh keluarga yang kompak bukan?.
      “Senyum mulu, Fay. Hati-hati udangnya hilang loh hahaha,” kata Farres yang tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Faya dengan mata berbinar-binar melihat bekal Faya. “Yeee, gue lagi inget ceritanya si Yasha sih tadi pagi. Masa dia sekeluarga terlambat bangun, Res! Kan alay banget nggak sih? Hahaha,” cerita Faya seraya menyendokkan makanan ke mulutnya. Farres memperhatikannya sambil mencomot udang diam-diam.
      “Anjrit, bisa gitu dia hahaha. Pantes pas tadi dateng sekolah mukanya masih ngantuk gitu,” kata Farres sambil mengunyah udang comotannya. Walaupun dia sudah mencomot diam-diam, tetapi Farres tetap memperhatikan Faya makan dengan ekspresi orang kelaparan. “Lo kenapa sih, Res, ngeliatinnya gitu banget? Mau? Nih!,” tawar Faya sambil menyodorkan kotak bekalnya.
“Aaah gue maunya disuapin,” kata Farres sambil sok-sok merajuk. “Ya ampun, tadi nyolong udang diem-diem bisa! Sekarang masa disuapin,” sindir Faya disambut cengiran Farres. “Yah kan tadi nggak pakai nasi, Fay. Gitu aja nggak peka deh,” kata Farres dengan ekspresi sok-sok ngambek. Dan entah ada zat apa, ketika Farres berekspresi begitu, Faya langsung mau menuruti permintaannya walau sedikit terpaksa.
“Yaudah sini, aaaa,” Faya pun mengarahkan sendoknya ke arah mulut Farres terbuka lebar. Anehnya kedua mata Farres tidak memfokuskan pada sendok tersebut, melainkan pada kedua mata Faya yang sedang balas menatapnya dalam. Dan tatapan Farres tidak sedang berkilat iseng seperti biasa. Tidak juga bersinar seperti biasanya.  Dia hanya menatapnya, dalam.
Deg! Jantung Faya berdebar. Kok gue deg-degan? Tanya Faya pada diri sendiri. Bertahun-tahun Faya bersahabat dengan Farres, ia baru merasakan jantungnya berdetak tidak normal saat ini. Seketika mereka langsung diam dan mulai melanjutkan aktivitas mereka. Walaupun kecanggungan terus melanda dan masih terdiam tanpa suara.
Debar jantung Faya masih terasa. Faya tidak mengerti kenapa dia berdebar. Tatapan Farres yang menusuk dalam, berbeda dengan tatapan Farres di awal pertemuan mereka. Ada sesuatu tersirat disana. Dan Faya tidak berani untuk yakin pada dugaannya tersebut.
 “Farres! Ayo makan di kelasku. Aku lagi bawa udang asam manis kesukaan kamu nih!”, teriak sebuah suara yang tiba-tiba muncul. Kepala Tissa muncul dari balik pintu. Farres, yang baru saja terlonjak kaget, menengok kearahnya dengan cepat. Ia pun segera menghampirinya setengah berlari diiringi senyuman hangat.
 “Res! Nanti pulang sekolah kerja kelompok dulu ya!”, teriak Faya spontan. Dalam benak Faya, ia ingin menyampaikan amanat dari Erlan. Atau mungkin hanya ingin sekedar menatap matanya sekali lagi. Farres pun hanya mengacungkan jempolnya diiringi  cengiran, dan pergi bersama Tissa. Faya, memilih melanjutkan makan dalam kesendirian.



Gimanaaa? Penasaran nggak?
Kalo iya, Alhamdulillah
Kalo nggak, yaudah

Tolong kasih kritik & saran yaaaa. Makasih :)

Jumat, 05 Oktober 2012

Segalanya Terjadi Karena Sebuah Alasan

Kalian percaya nggak sih sama "Everything happens for a reason" ?
Kalimat simple, cuma 5 kata, tapi penuh makna.
Awalnya gue nggak begitu memedulikan kalimat ini.
Sampai pada akhirnya gue harus menempelkan kalimat itu di memori kepala gue

Mendengar kata ini sekilas pasti sering..
Dan ada di satu kesempetan seseorang memberika kalimat ini ke gue
Dia bukan siapa-siapa gue. Dia hanya teman seangkatn. Kita bahkan nggak kenal.
Hanya kebetulan hadir di suatu acara yang sama

Di acara itu, kita berbicara tentang kesehatan remaja dan hanya segelintir orang yang diundang untuk hadir. Di suatu sesi acara, kita disuruh nulis biodata kita di selembar kertas dan selama sekitar 3 menit (atau kurang ya?) disuruh tuker-tukeran sama apeserta lain dan harus nulis nama+kata motivasi di kertas peserta tersebut.

Gue dapet 8 orang. Dan di kertas itu ada berbagai macam kata motivasi.
Kalimat paling gede di kertas gue adalah "EVERYTHING HAPPENS FOR A REASON". 
Dari Asti, sekarang dia XII IPS 1. Tapi jujur, waktu itu gue nggak pernah nganggep kalimat itu. Karena maknanya tidak "memotivasi" gue.
Setidaknya itu menurut gue, pada saat itu

Dan ketka kita disuruh memilih apa kalimat motivasi gue, gue malah menjawa kalimat lain yaitu "Jangan pernah melewatkan kesempatan yang ada di depan kamu."
Kenapa? Ya, gue sangat sering melewatkan kesempatan yang hadir di depan gue saat itu. Mulai dari pendidikan, kesehatan atau percintaan (berasa ramalan zodiak -__-)

Tapi lama kelamaan gue sadar banget makna dari kata-kata itu.
Dan mulai gue inget selalu ketika gue dapet kelas XII IPA 2, untuk kelas baru dan terakhir di dunia SMA.
Gue nggak mau awalnya disana. Karena nggak ada temen yang akrab disana dan ngerasa takut nggak bisa berkembang disana.
Sebenernya ada kesempatan untuk pindah kelas. Gue sempet galau mikirnya.
Bayangin aja, gue nggak begitu kenal sama semua siswa yang ada di kelas itu. Oke, beberapa emang suka ngobrol tapi ya hanya itu. Temen mading? Ada sih, si kebo. Tapi ya masa gue temenan sama kebo doang -_- untung juga sih ada dia

Tapi pada akhirnya gue memutuskan untuk nggak melepas IPA 2. Karena dulu ketika gue naik kelas dari kelas 7 ke kelas 8 juga begini, Malah lebih parah karena dari temen sekelas aja nggak ada yang akrab.
Dan akhirnya? Sampai detik ini gue masih mengakui kalo 8.7 alias GOTCHA still be my best class ever :* 

Saat itu gue percaya banget kenapa Allah SWT "naro" gue di kelas itu. Pasti karena suatu alasan. Gue selalu percaya itu. Dan memegang teguh keyakinan itu.

Sampai akhirnya sekarang....
I'm happy with my class now. Happy with the unpredictable happiness.
Mungkin salah satu dari sekian juta alasan Allah swt, kenapa gue di XII IPA 2 adalah supaya gue kenal berbagai jenis orang gila dari seantero PL27. Macem Bob, Diana, Devi, Fahmi, April, Pampam, Kiki (si dede kecil), Yogi, Papang, Febry, Fahril, Andreas, Claudio, Dimaz dan masih banyaaaaaaaak lagi. Beberapa dari anak-anak kelas emang gue udah kenal, tapi belom ada yang akrab.

Kita mulai kompak. Kita udah buat grup di Whatsapp dengan nama "Natural Science 2 #2013". Kita pernah nonton layar tancep pake LCD pak Hartono yang belom dibawa pergi karena emang masih ada jam pelajarannya. Karena diluar abis hujan dan gerimis-gerimis lucu, makanya kita sebut "MISBAR". Gerimis Bubar... Lengkap dengan Dimaz dengan tampang ngantuknya macem mas-mas layar tancep.

Dan disuatu hari yaitu Jumat bersih kita buat kertas-kertas yang disatuin di satu karton.
Disitu  kita tulis universitas+jurusan yang kita mau.
Mungkin mimpi kita terlalu tinggi. Mungkin harapan kita terlalu jauh. Mungkin hal-hal itu bukan pikira orang lain saja, tapi kita juga.
Tapi ada yang salah dari kumpulan remaja harapan bangsa yang punya mimpi tinggi?

Dan berikut kumpulan kertas-kertas anak-anak calon sukses (amiiiiin :D)

Entah kenapa gabisa di rotate -,-

Gue harap, kita disini bisa saling ngerti mimpi kita. Harapan kita. Supaya bisa saling mengaminkan doa kita.



Dan inget satu lagi, kalo lo gagal dan nggak dapetin apa yang lo mau, Tuhan pasti punya rencana lain...because, EVERYTHING HAPPENS FOR A REASON :)

Kamis, 28 Juni 2012

Panah Asmara



Gadis pemanah nan asoy

Panah
Entah kenapa gue dari kecil pengen bisa memanah. Nggak tau, menurut gue keren aja gitu loh. Hanya dengan sebilah anak panah, kita bisa dapet hewan buruan kita atau orang buruan kita. Gue selalu bayangin kemana-mana gue pergi, gue akan selalu bawa-bawa kumpulan anah panah di gendongan punggung dan busur panah di genggaman. Asooooy.....gila nggak tuh. Ke mall, ke pasar, ke kondangan, jaga warung, pacaran sampe ke masjid bawa itu. Seru aja kan, misalnya kalo lagi di kondangan yang outdoor gitu trus ada kucing-kucing tak berkeperihewanan di bawah meja yang bikin kita geli-geli lucu pas makan, tinggal tancapkan saja panahnya! 

Mungkin pikiran gue banyak terkontaminasi sama film-film yang pasti ada panah-panahan. Walaupun jaman sekarang atau lebih tepatnya, film jaman sekarang, film actionnya kebanyakan pake pistol gitu. Jujur, gue juga suka sama pistol. Penggunaannya pun secara kasat mata pasti lebih gampang pistol karena di pikiran manusia awam pasti, "Pistol? halaah, tinggal cetek doang". Sejujurnya tidak semudah itu, wahai saudara-saudara. Ketika menembak, kita juga harus bisa menahan tekanan peluru yang keluar. Belom lagi ada ledakan-ledakan (yang kalo di pelem-pelem) yang bikin kaget trus membuat kita harus kabur setelah nembak. Beuuuh, gila ga tuh!

Dulu aja gue suka main Counter-Strike (CS). Tapi ga secara online. Itu juga pake cheat biar duitnya banyak -_- yah namanya juga cewek, nggak mau rugi.
Senjata favorit gue adalah Riffles dan Machine Gun. Kalo Riffles (kalo ga salah namanya itudah, saya lupa) gue suka designnya. Kapasitas pelurunya juga lumayan mencukupi deh. Warnanya hitam, elegan ganas gimanaa gitu.
Beda sama Machine Gun. Bodinya gede, warnanya juga ga elegan. Tapi kapasitas pelurunya....beuuuh, bejibun dah.
Itu sih dari pandangan gue. Jujur, gue nggak ngerti sama pistol dan kawan-kawan penembak lainnya itu. Ini cuma dari mata gue hehehe -_-v

Kembali ke panah. Pas tetangga gue pindahan, keluarga gue "diwarisi" busur+anak-anak panahnya. Anak panahnya tajem beneran. Awalnya gue bodo amat karena mau manah apaan -__- tapi suatu malam bokap gue ada di halaman rumah, sok-sok berpanah ria.
"Ngapain pak?" tanya gue
"Mau manah tikus" Singkat. Tajam. Sok jagoan.
Karena gue kepo gue pun minta ajarin megang yang bener gimana. Gue pun disuruh mengincar seekor tikus besar itu. Tapi dia ada dibalik kandang ayam, yang kalo salah-salah,gue malah ngenain ke ayamnya. Karena lebih takut atas kemarahan bokap gue kalo ayamnya mati, nggak jadi deh main panah-panah.

Keinginan memanah gue makin menjadi. Gue sering bayangin kalo ke sekolah bawa panah, yeah, sambil naik motor. Karena kalo pake kuda bisa pegel.
Seru kali kalo dimarahin guru tinggal tancep.
Misal: "Nabilla! Tugas kamu ini salah! Gimana sih? Masa gini aja nggak bisa"
"Berisik! *shoot* *jleb*"
Urusan selesai hanya dengan 1 kata, 1 tindakan!

Cewek dengan panah itu keren. Keren parah. Seperti contohnya 2 cewek ini:

Katniss Everdeen 
The Hunger Games
Oh Katniss. Dia jelas jago karena tiap hari dia berburu buat makan dia dan keluarganya. Belum lagi karena panah-panahan juga dia dapet nilai tertinggi di sesi pribadi sama Juri Pertaruangan di THG. Anda yeeaaah, entah kenapa dia bisa memikat 2 cowok ganteng yang badai parah, Gale Hawthorne daaaan Peeta Mellark! Ya bukan karena panah sih, tapi gue yakin itu juga jadi daya tariknya B)


Susan Pevensie
Narnia


Beda lagi sama Susan. Dia dapet panah dari Santa Claus di Narnia, setelah bertahun-tahun Narnia tidak merayakan natal. Ini jelas seru. Entah kenapa seru. Dan sangat jelas keren. Daya tarik? Udah pasti. Apalagi adeknya, si Edmund *eh


Bisakah gue seperti Katniss atau Susan? Bisa tapi nggak tau mau manah dimana -__- Mereka keren. Mereka berani. Mereka mau ngambil resiko. Gue? lenjeh, wanita lemah, penakut -,-.
Tapi gue selalu berusaha jadi keren. Cool in my way haha. 

Ketika gue nggak bisa bawa-bawa panah beneran, gue bawa karet. Hanya dijentikkan dengan jari, dia bisa melesat sejauh keyakinan jari anda! Hanya goceng seplastik! Makin hari makin jago bre. Walau lebih mirip ketapel sih daripda panah tapi mereka sejenis.

Tapi setelah disadari, gue bisa main panah. Panah yang nggak kasat mata. Panah yang cuma bisa dilihat hati. Tapi beteinnya gue nggak pernah berhasil manah. Kayak kena medan gaya setiap kali manah, karena tiap manah malah gue yang kena dan semakin kena. Lo tau apa itu? yah, panah asmara. Semakin kau menembak, semakin berbalik ke dirimu. Kecuali kau tahu dimana celahnya :P


Sabtu, 18 Februari 2012

Jalanan

Pernah kalian mengamati jalanan?
Bukan, bukan masalah becek, beraspal atau conblock tapi....para penggunanya.

Tentu yang gue maksud bukan cuma pengguna jalan, tapi juga penghuni jalan. Pernah nggak sih kalian liatin mereka?

Gue sendiri, jujur, suka bete kalo di jalan karena masalah sepele. Misalnya pas lagi enak-enaknya jalan tau-tau ada yang mau nyebrang. Oke gue ngalah, gue pun berhenti. Ternyata pas gue berhenti, dia pun ikut berhenti. Pas gue mau jalan, eh dia jalan juga. Ngeselin nggak tuh?
Atau masalah pengendara motor yang didepan kita tidak selincah yang kita inginkan. Mereka berkendara lamaaaaa banget. Apa mereka nggak mikir gue adalah anak sekolah, yang bukannya takut telat, tapi karena susah mencari parkiran dan tempat duduk yang nyaman......

Itulah sifat manusia di jalan yang sering kita jumpai. Nggak sabaran. Selain sabaran itu ada tidak tertib. Ya, perlu lo ketahui kalo misalnya di bawah fly-over itu macetnya ga wajar. Apalagi gue, yang bernotabene naik motor, cewek, keren, pasti bete karena panas, lama, debu dan semacamnya. Macetnya itu cuma 

Tidak sabar dan tidak tertib. Dua masalah yang sering muncul di jalanan. Dua masalah yang sering gue permasalahkan. Sampai akhirnya gue mengamati jalanan saat kemacetan berlangsung. Tahu nggak gue liat apa? gue liat orang ._. hehehe iyalah. Gue liat orang-orang sedang berjuang untuk kehidupannya. Gue nggak tau mereka hidup sendiri atau udah punya keluarga, tapi satu yang pasti, mereka membuat gue bersyukur saat itu juga :)


Seperti gambar diatas. Nenek-nenek itu udah tua, tapi masih aja kerja. Secara kasat mata emang gampang. Ambil sampah yang kayaknya bisa di daur ulang/dijual, masukkin ke belakang. Gitu gitu terus. Tapi kan mereka kayak gitu nggak pada satu tempat. Mereka keliling-keliling. Panas. Berdebu. Berpolusi yang pastinya nggak sehat buat kesehatan mereka. Tapi? Pada akhirnya mereka tetap bekerja. Nggak peduli seberapa jauh jarak yang harus ditempuh. Nggak naik motor seperti yang gue lakukan.

Pernah gue sedang di jalan menuju suatu tempat. Saat itu gue lewat fly-over, bukan bawahnya. Cuaca pas itu, panaaaaas banget. Panasnya nampol. Panas kayak gitu bikin betmut parah. Sampai akhirnya, ketika gue udah mulai naik fly-over, gue liat ada seorang laki-laki, masih cukup muda, yang terjebak macet di bawah fly-over. Macetnya itu adalah tipe macet karena angkot-angkot ngetem yang bisa setengah jam sendiri. Tapi pemuda itu tetep bertahan. Dia juga udah telanjang dada saking panasnya. Ya, pemuda itu lagi kerja. Entah kerja apa yang pasti dia kena macet karena narik gerobak. Dia ada di barisan yang nggak bisa nyelip-nyelip. Gue pun bersyukur lagi, seenggaknya saat itu gue naik motor jadi ngerasain panasnya nggak lama. Coba beliau, udah nggak jelas kepastian selesainya macet, pasti nggak jelas juga dong kepastian dia terlindung dari matahari?

Itu beberapa hal yang gue amati, yang Alhamdulillah membuat gue menjadi lebih sabar di jalanan. Selain itu ya ada banyak. Seperti penjual sayur yang banyak saingannya, jadi susah laku. Penjual dvd yang uangnya abis buat bayar listrik karena muterin lagu terus (yg ini sumpah sok tau banget :P). Dan masih banyak lagi.

Selain ituuuu semua, gue masih salut sama orang-orang Indonesia. Masih ada kok dalam diri kita semangat sekolah, semangat bekerja, semangat bertahan hidup. Ayolah, cari itu dalam diri kalian. Indonesia bisa maju cuma karena semangat kalian, tapi jangan curang yaaa hehehe

Selasa, 17 Januari 2012

Balada Horror Bus 7 :P

Bus 7...satu bus, banyak cerita 8) . Mulai dari cerita kocak, cerita cinta sampai cerita horror.... :b


Cerita ini kejadian nyata. Masih anget karena emang baru aja terjadi, tepatnya Jumat malam, 13 Januari 2012. Cerita ini pun langsung diceritain oleh yang ngalamin atau tepatnya bus yang gue naikkin itu yang ngalamin.

Jadi sekolah gue, SMAN 1 Tangerang Selatan, ngadain GTC (Goes To Campus) ke Jogja buat kelas 11 nya. Kita berangkat dari 10 Januari 2012. Nah kita pulang naik bis pas hari Jumat itu. Malemnya kita masih di jalan, masih jauh dari Jakarta. 

Kita pun singgah di beberapa rest area. Dan rest area yang terakhir kita singgahi itu di Bandung. Beberapa temen-temen gue dan guru gue pun turun untuk buang air, sisanya tidur (termasuk gue). Nggak lama semua pun udah naik ke bus, udah duduk rapi dan yang lain masih tidur (gue tetep tidur dong). Nah ketika bus udah ditutup, tiba-tiba ada seorang murid lari ke pintu belakang bus buat turun,

"BRAAK!!" pintu ditutup kenceng. Dan guru-guru gue bilang, 
"Itu siswa kok nggak daritadi turunnya, mana nggak bilang lagi"
Guru gue bilang murid itu pake hoodie coklat, jadi ga keliatan rambut dan wajahnya. Cuma keliatan dia lari ke belakang dan ada suara pintu ketutup. 

Murid itu ditungguin lamaaa banget. Supir udah mau ninggalin, tapi ga dibolehin (iyalah-_-). Akhirnya sama tour leader gue, bang Oji, disusulin. Dan di toilet ga ada.... :o
Bang Oji pun ngitung jumlah siswa dan ternyata pas! ga berkurang dan ga lebih. Akhirnya ga Bang Oji doang yg ngitung, guru gue dan ketua kelas gue juga ngitung sampe galau sendiri. Hasilnya pun pas, yaitu 44 orang, seperti normalnya. Disusulin lagi sama Bang Oji, dan emang ga ada orang atau siswa bus 7 di toilet atau area manapun.... :b Akhirnya kita memutuskan buat jalan.

Di jalan guru gue masih ga percaya, dia pun ngitung lagi tapi tetep aja pas. Beliau pun mulai berdiri bulu kuduknya. Sang supir pun angkat bicara. Katanya 'murid' tadi itu bukanlah murid. Melainkan mahkluk lain. Dan si 'murid' tadi kayaknya udah ikut dari Nagreg, yang terkenal serem. Kenapa sang supir ngerasa dari Nagreg? karena dia ngerasa di Nagreg itu bis nya jadi lebih berat, beratnya nampol. Berat manusia sama mahkluk gituan kan beda. Dan kejadian ini emang udah biasa. :|

ps: Pas guru-guru nanya ke anak belakang (Para guru duduk paling depan), katanya anak-anak belakang yang tidur-tidur ayam atau yg masih sadar, mereka ngiranya tadi itu suara pintu depan dan orang-orang depan ngerasanya itu suara pintu belakang. o_O