Rabu, 16 September 2020

Kenangan Lampau


    Hidup gue dapat dikatakan sangat bergantung pada masa lalu. Gue merasa masa lalu gue lebih baik, lebih menyenangkan, lebih tenang. Tentu, karena saat itu gue belum beranjak dewasa sehingga permasalahan belum serumit sekarang.
    
    Ada banyak memori di kepala gue yang selalu berkelibat di kepala. Bahagia, sedih, bahagia dan sedih, biasa aja, semuanya ada. Sama siapa, di mana, kapan, tinggal pilih. Untuk kali ini gue akan menceritakan memori saat usia sekitar 4-6 tahun. Lupa tepatnya berapa.

    Saat itu gue, mama dan adik gue, Kresna, masih tinggal di Surabaya yaitu di rumah nenek. Lupa sih kejadian ini udah ada adik gue belum, karena dia lahir tahun 2000. Sedangkan gue lupa ini usia berapa, karena pas gue 4 tahun itu tahun 1999. Dan kenangan gue ini rasanya gue masih anak tunggal.

    Kami tinggal di Surabaya tidak bersama bapak gue karena beliau harus kerja di Jakarta. Belum ikut pindah di Jakarta karena nggak tau ya? Mungkin karena belum ada tempat tinggal, finansial belum kuat buat ngontrak atau entah apa yang pasti gue tinggal di Surabaya. Mungkin juga karena Jakarta dan sekitarnya belum kondusif setelah kerusuhan 1998? Entahlah, gue sok tahu aja.

    Bapak selalu menyempatkan pulang ke Surabaya satu bulan sekali atau lebih lama dari itu. Tergantung pekerjaan tentunya. Setiap beliau pulang, pasti kami jalan-jalan walau cuma ke mal. Jangan sedih karena mal di Surabaya cukup menarik karena ada semacam "Dufan" kecil atau "Timezone" besar di dalam mal. Semacam Fun World di AEON BSD sekarang, ada wahananya.

    Dulu saat kecil gue susah makan, namun bapak gue ini suka memaksa untuk makan pakai nasi. Harus pakai nasi. Saat di mal, gue harus makan pakai nasi apapun itu. Sedangkan gue nggak mau karena nggak lapar dan nggak nafsu juga makan pakai nasi. Gue pilihlah bakso, eh tetep dipaksa pakai nasi. Yaudah ngambeklah aku dengan cara: lari menghilang dari mereka. Gue jalan aja keluar foodcourt dengan drama mama manggil-manggil nama gue, "Lila! Lila!" tapi aku tuh maunya dikejar bukan cuma dipanggil!
    
    Lalu ketika sudah sampai di ujung foodcourt, jujur gue bingung mau ngapain. Dulu gue sudah cemen. Nggak berani kabur jauh gitu. Apalagi udah nonton film Joshua Oh Joshua, yang kepisah sama orangtuanya dari kecil. Yaudah gue diam saja bingung langkah selanjutnya apa. Eh mamaku menghampiri untuk menarikku kembali. Nah gue masih gengsi tuh untuk kembali. Lalu ditinggal mama lagi. Bingung deh.

    Akhirnya dengan menekan beribu-ribu gengsi, gue kembali ke mereka. Sempat panik karena nggak nemu-nemu. Eh ternyata mereka sudah duduk. Saking leganya ketemu di antara ramainya pengunjung mal, gue memeluk bapak dari belakang. Baksoku sudah dipesan namun tetap harus pakai nasi makannya. Tapi boleh sedikit aja nasinya. Case closed!

    Ada banyak kenangan pergi ke mal, salah satunya itu. Ada lagi yang lagi asyik di mal, eh disuruh keluar cepat dari mal karena ada isu malnya mau dibom. Lupa saat itu kenapa. Di kepala gue penyebabnya karena mal tersebut banyak pengunjung dari etnis Tionghoa/Cina, jadi ya gitu deh. Paham kan. Jadi lari-lari tuh kami keluar dari mal. Alhamdulillah cuma isu walau udah capek banget tuh, bun, bapak saya gendong saya. Malnya nggak kecil, itu Tunjungan Plaza kalau nggak salah. TP tuh bukan kayak PIM yang cuma sampai PIM 3. TP tuh sampai 6. Enam.

    Begitulah kira-kira memori masa kecilku yang ngambek sampai kelelahan di mal akibat lari-lari. Semoga kamu merasa terobati kerinduan pergi ke malnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar