Jumat, 25 September 2020

Fantasi? Sci-Fi? RomCom?


     Dapat dikatakan gue menggemari banyak genre film. Walau tentu film yang gue tonton akan sesuai mood saat itu, lagi pengin atau nggak. Yah, namanya Lila si moody. Kalau dulu pun pilihan gue nonton film cuma berdasarkan apa yang tayang di bioskop, karena gue cukup malas nonton di situs bajakan. Selain karena pernah suka sama anak perfilman dan tahu dia super repot bikin film (wah, ini pertama kalinya gue ngaku di publik), gue males nyari-nyari film di situs tersebut. Ada banyak lagi iklannya. Bikin bingung. 

    Film pertama yang gue suka adalah, tentu saja kita semua tahu, Harry Potter. Hal ini mulai saat gue kelas 2 SD (sekitar 2002-2003), gue nonton filmnya di VCD yang film ke 1-2. Dan itu sangat berkesan karena gue jadi punya dunia baru di kepala. Dunia sihir di Harry Potter tentu menarik banget. Mereka punya semesta yang detil alias setiap pertanyaan kita pasti J.K. Rowling punya jawaban yang "Anjir jadi gitu". Padahal kalau dipikir, dia mau jawab apapun ya kita akan mikir gitu. Lha orang dia 'tuhannya'.
    
    Film ini yang membuat gue tertarik untuk mulai membaca buku tebal. Dulu rasanya kalau tahu buku Harry Potter makin tebal dari edisi ke edisi tuh senang. Semakin tebal, semakin lama di dunia mereka. Buku dan filmnya tentu beda. Ada banyak hal di buku yang nggak ada di filmnya. Wajar, film punya durasi yang pendek. Namun pagi penggemar bukunya, filmnya tuh ya tetap menyenangkan. Namanya juga imajinasi lo diwujudkan istilahnya. Bahkan sampai sekarang pun gue masih suka. Masih menabung untuk beli merchandise-nya yang gemas-gemas.

    Film selanjutnya yang gue suka bergenre musical romantic-comedy yaitu, La La Land. Diperankan oleh Ryan Gosling dan Emma Stone dan gue suka banget sama merekaaaaa! Filmnya indah dan gemas. Ada banyak scene yang rasanya mau di-capture untuk jadi wallpaper. Terbukti dansa mereka jadi sangat iconic bahkan banyak dijual jadi kaos sampai enamel pin. Lagunya enak-enak. Walaupun ending-nya nggak pernah ada yang suka karena sedih, tapi justru hal inilah yang gue suka: hal yang indah dan membuat kita optimis pun bisa berakhir nggak sesuai yang kita mau dan ternyata itu yang terbaik. Lagu City of Stars masih gue dengarkan sampai sekarang dan malah jadi lagu yang paling sering gue putar 6 bulan terakhir. Kaget aja karena masih. 

    Selanjutnya, gue suka Rectoverso. Film ini dari bukunya Dewi Lestari, yang baru gue baca berapa lembar secara sembunyi-sembunyi dari sepupu gue. Iya, gue waktu itu ke kamarnya diam-diam karena adem. Film ini menceritakan 5 cerita (kalau nggak salah). Semuanya tentang cinta yang nggak bisa memiliki, dengan penyebab yang berbeda tiap cerita. Gue suka karena sedih akan cinta-yang-tidak-bisa-memiliki ini cukup personal di gue. Rasanya cukup relate ke kehidupan gue, makanya gue suka. Beberapa aktor di situ juga aktingnya bagus dan bisa bikin gue nangis sesenggukan. Gue nonton ini dari minta-minta film hasil download teman, tapi nggak tahu teman yang mana alias lupa. Lalu gue tonton tepat di saat gue patah hati dan memang harus move on tapi hati gue belum mau. Should I rewatch it now?

    Lupa sih film apa aja yang gue suka. Ada banyak film maupun series yang gue suka bahkan sampai gue bagikan di IG Story ataupun status WhatsApp. Namun gue ingat yang paling berkesan ya tiga itu sih. Gue suka film dengan genre yang sama dengan film-film di atas juga. Semacam Hunger Games, 500 Days of Summer, dan nggak lupa film Indonesia yang makin ke sini makin oke, kayak 27 Steps of May, Ave Maryam, Lovely Man, Critical Eleven, dll. Jujur lupa film apa aja yang udah gue tonton, tapi tiap film pasti punya kesan tersendiri. Ada hal yang ingin disampaikan walau setitik. Tergantung sudut pandang dan keterbukaan diri sendiri menurut gue. Ya begitulah pendapatku si sotoy. Yang pasti, menonton film masih menjadi kegiatan favorit gue sampai saat ini. Sekadar untuk refreshing, atau 'kabur' dari dunia.

(Kangen) Sendiri dan Bahagia


Kenapa kangen? Padahal masih sendiri (kan?)

Gue masih sendiri, yang tidak terlalu sendiri, saat ini. Dikatakan tidak terlalu sendiri karena gue punya teman dekat, yang entah ya dia masih menganggap teman 'dekat' atau nggak ahaha. But I love him.

It's all because I love him. Gue merasa rindu menjadi orang yang single and happy karena saat ini gue memang sendiri, namun masih sangat sering kebahagiaan gue gantungkan ke dia. Ini yang gue nggak mau terjadi di diri sendiri. Gue selalu mau mencoba untuk menjadi independen menjadi seorang manusia, dalam arti bisa bertahan hidup tanpa perlu menggantungkan ke orang lain.

Menjadi sendiri dan bahagia tentu gue pernah alami. Bebas ke manapun, ngapain aja, tanpa perlu memikirkan kabarnya dia gimana atau sudah makan belum. Bebas pikiran gue. Walau kalau boleh memilih, gue akan pilih menjadi tidak sendiri dengan beban pikiran dia-sudah-makan-atau-belum karena rasanya gemas-gemas lucu.

Namun tetap tidak dipungkiri kalau gue bisa bahagia sendiri, tanpa perlu ada siapapun termasuk dia. Sejujurnya banyak hal yang bikin gue senang dan sering gue lakukan. Misalnya seperti nyanyi sendirian, nonton film, belanja hal-hal gemas seperti stiker, tas kecil buat ke Indomaret, pewangi ruangan, dan masih banyak lagi. Gue sangat menikmati perjalanan di angkutan umum sendirian, ngobrol random dengan ibu-ibu lanjut usia di Trans Jakarta suatu pagi, merekam kilasan gedung dari balik jendela MRT, mampir beli kopi di coffeeshop favorit ibukota atau sekadar jalan kaki ke motor di parkiran sambil ngayal kalau jadi penyihir gimana.

Banyak hal yang bisa bikin bahagia sangat sendiri. Tapi saat berdua, harus diakui, rasanya jauh lebih bahagia. Bahkan gue rela punya beban pikiran. Nggak tahu kenapa. Ini aneh, tapi bisa membuat gue berhenti melakukan hal-hal di atas hanya untuk mendapatkan kebahagiaan yang ini. Love is weird. Oh wait, we haven't reached about love theme, have we?

I miss being single and happy. And now I am trying to be that, again.

Sabtu, 19 September 2020

Mama dan Bapak


Mama
    
    Gue memanggil nyokap gue dengan sebutan "Mama". Harusnya dulu "Ibu", tapi konon saat kami masih tinggal di Cililitan, tetangga depan rumah gue yang juga merupakan teman sebaya gue memanggil nyokapnya "Mama". Gue yang masih kecil, labil dan belum bisa menentukan jati diri, ngikutin dia. Alhasil sampai sekarang manggilnya "Mama".

    Mama adalah orang yang ramah kepada orang. Istilahnya supel. Tiap ke suatu tempat, pasti dapat teman ngobrol. Atau sekadar beli gorengan di tempat baru, misalnya. Beliau bisa tahu tukang gorengan itu aslinya dari mana, tinggalnya di mana dan udah jualan berapa lama. Dulu saat gue praktek industri di Tangerang, tiap Minggu orang tua gue mengantar ke kontrakan karena aku adalah anak manja. Alasan sebenarnya kenapa gue nggak mau bareng jalannya sama teman karena nggak ada tebengan kosong plus lebih pengin lama di rumah dibanding di sana. Kembali lagi ke nyokap, kami suka mampir ke tempat makan random saat mengantar gue. Hitung-hitung, ini waktu kami makan bersama. Nah Mama tentu ngobrol sama yang jualan. Saking seringnya ngobrol, Mama pun ngomong "Wah, lama-lama Mama jadi orang Tangerang nih". Sungguh cerita yang nggak penting bukan?
    
    Namun hal itu kurang nurun sepenuhnya ke gue. Gue kurang luwes dalam berbasa-basi ke orang lain. Sering salah tingkah juga, grogi, kaku banget deh. Gue memang lebih memilih diam sendiri seringnya. Nah Mama tuh ngajak ngobrol orang. Bisa begitu tuh. Gue enggak, tapi bisa. Paham nggak? Yaudah nanti kita ngobrol ya kalau belum paham.

    Mama orangnya suka menyimpan sedih sendiri, apalagi kalau lagi sebal sama bokap gue hahaha. Nah ini baru mirip gue. Cuma mungkin bedanya gue beberapa kali masih curhat ke teman, tapi gue nggak tahu soal Mama curhat atau nggak. Gue memang nggak pernah cerita sih, terutama soal kisah asmara ya. Padahal Mama kepo banget sebenarnya,  I know it~ Gue bukannya nggak mau cerita, gue cuma bingung kalau ceritanya belum bahagia. Gue juga takut orang yang gue pilih nggak sesuai walaupun gue sayang banget hehe. Intinya gue mau langsung mengenalkan aja kalau sudah fix. Toh, gue punya pacar pasti bikin Mama senang sih hehe.

    Pernah suatu hari gue sering diam karena sedih. Cuma memang Mama nggak nanya sama sekali, tapi pasti kerasa kalau hawa gue beda. Lalu saat itu gue lagi main HP, tepatnya lupa main apa, dan gue ngomong "Huh ya ampun aku sedih banget.." karena satu hal sepele di HP yang sama sekali nggak ada hubungannya sama yang gue sedihin saat itu. Mama tiba-tiba respon "Sedih kenapa, Mbak? Coba cerita ke Mama. Kalau kamu sedih, Mama juga sedih..". Huh ya ampun aku sungguh menahan air mata saat itu.
    
 
Bapak

    Panggilan tidak berubah menjadi "Papa" kalau yang ini. Bapak gue berzodiak Cancer, yang mana buat gue pribadi kadang hal ini berpengaruh. Beberapa orang berzodiak ini cukup drama. Sering debat karena beda pendapat juga. Walau gue tahu, kami sama-sama sayang cuma ya susah aja cara ngungkapinnya alias gengsi.

    Bokap gue orangnya cukup temperamen. Gampang emosi dan juga suka ngeyel. Dulu jaman aku masih remaja (haaaah sekarang gue golongan dewasa muda!!), masih sering nggak mau kalah gue kalau berpendapat. Kalau sekarang memilih diam saja karena aku malas emosi. Makin gede gue memang lumayan makin menjauhi konflik walau banyak juga konflik yang memaksa masuk jadi ya mau nggak mau gue harus melawan ya, bunda-bunda.

    Selama ini kalau ada kerusakan apapun di rumah, sebagian besar tentu bokap gue benerin sendiri. Mulai dari elektronik sampai rumah. Alhamdulillah sekali karena jadi hemat biaya jasa reparasi. Cuma memang kalau soal renovasi rumah ini pasti kami minta tolong tenaga kuli. Bapak jadi mandor, yang tentunya super cerewet. Mesti rapi, mesti presisi. Kuli yang belum kenal dekat pasti capek sih dicerewetin mulu. Tapi memang hasilnya bagus sih. Sepupu gue aja kalau mau benerin sesuatu di rumahnya pasti nanya Bapak dulu.

    Bapak nih kuat nyetir jauh. Terbukti hampir tiap tahun kami pulang kampung ke Surabaya naik mobil, nyetir sendiri tanpa gantian. Sekarang sih udah ada adik gue, Kresna, yang mulai bisa bantu. Cuma baru satu tahun inilah kira-kira dia bisa. Hal tersebut dikarenakan kalau pergi ke luar kota tanpa mobil, nanti di sananya bingung kalau mau jalan-jalan. Untung kalau ada mobil pinjaman dari saudara yang lagi nggak dipakai. Nggak enak juga kalau pinjam terus karena takutnya mereka mau pakai tapi sungkan juga. Naik kendaraan umum nggak hemat juga. Enaknya kalau bawa mobil juga lebih hemat biaya dibanding naik bis/kereta/pesawat berempat. Di jalan pun bisa mampir-mampir untuk wisata dadakan.

    Ke orang baru, kurang lebih gue mirip sama bokap. Beliau kurang bisa basa-basi kayak Mama. Cuma lumayan seru dan bisa menjaga hubungan ke orang lain yang udah kenal. Teman dekat, geng, atau teman kerja tuh masih terpelihara dengan baik. Nggak susah ngobrolnya kalau udah kenal, walau Bapak cukup keras kepala kalau punya pendapat. Tapi yaudahlah ngalah aja biar lancar.

    Soal makanan sering rebutan. Bapak suka ngambilin makanan gue di kulkas, apalagi kopi literan. Ampun deh. Ya karena sama-sama suka kopi sih, cuma gue dan beliau yang suka. Kresna dan Mama biasa aja. Jadilah selama WFH ini aku tuh suka tekor karena beli kopi nggak bisa cuma segelas. Biar nggak rebutan. Tapi nggak apa-apa deh, biar pada seneng!

Rabu, 16 September 2020

Mau ke Sana!


    Impian gue ke luar negeri itu yang pertama, Praha/Prague. Jujur mimpi ini random banget. Minim juga pengetahuan gue tentang kota ini. Cuma yang gue tahu adalah kota ini lebih manis dan romantis dibanding Paris yang selalu digadang-gadang jadi tempat paling romantis sedunia. Gue cukup suka dengan hal-hal berbau romantis. Ada banyak hal romantis yang ingin gue dapatkan cuma ya malu juga sih kalau harus diomongin hahaha. Jadi cukup tahu aja ya, aku ingin ke Praha untuk mendapatkan romantic vibe-nya! Suka juga dengan tata kotanya yang kayak lorong-lorong gitu, ya kan bener kan? *takut salah*

    Jujur lagi, gue nggak berani lagi punya mimpi di usia segini. Penyebabnya karena gue nggak mau berharap banyak, sama manusia atau kehidupan. Gue berdoa dan meminta yang gue inginkan kepada Tuhan. Namun yaudah, akhirannya pasrah dan mengikuti alur aja. Makanya sekadar untuk bermimpi bisa ke Praha aja tuh takut. Beberapa orang sudah tahu kalau gue pengin ke sana. Sekitar....dua orang (?) Of course, I wanna go with one of them but hey...once again, I don't wanna hope anything. Namun semoga aamiin dari kita dikabulkan.

    Selanjutnya mau ke Selandia Baru/New Zealand. Negara yang diceritakan tenang dan indah. Beberapa orang yang gue tahu bilang kalau udah ke sana ya udah pasti impiannya tinggal di sana selamanya. Nah, walaupun usia gue masih muda, gue sudah butuh ketenangan hahaha. Gue merasa dunia ini terlalu ramai. Mungkin karena gue sangat aktif di media sosial. Tentu, karena pekerjaan gue sangat berkaitan. Namun hal itu memberikan dampak tersendiri ke gue. Negara ini rasanya bisa menetralisir keresahan gue. Terlebih mereka bisa gerak cepat mengatasi COVID19 sampai 0 case. Salut!

    Kemudian gue ingin ke London/United Kingdom. Tentu hal ini dikarenakan gue suka banget sama Harry Potter, jadi rasanya ke sana tuh harus! Pastinya untuk wisata Harry Potter dulu. Sekadang mengunjungi Oxford pun dirasa perlu oleh gue hahaha. Tapi yang pasti penginnya ke Wizardly World of Harry Potter sih, walau perlu uang super banyak ya, bunda-bunda. Ingat, di sana pakai poundsterling. Hal ini yang membuat gue menurunkan dulu mimpi gue menjadi ke Jepang dulu. Di sana juga ada Universal Studio, tepatnya di Osaka. Cuma sama siapa ya?

    Gue juga punya mimpi ke Turki, tepatnya ke Cappadocia. Yap, sekadar mau naik balon udara. Namun penasaran juga sama makan piknik di rooftop gitu. Suka juga sih dengan penataan kotanya, kalau dilihat dari foto-foto yang gue lihat ya. Kata teman gue, di sana nggak sebagus foto yang beredar. Gersang banget. Tapi masih penasaran sih hahaha. Jadinya makin mau ke sana untuk membuktikan!

Kenangan Lampau


    Hidup gue dapat dikatakan sangat bergantung pada masa lalu. Gue merasa masa lalu gue lebih baik, lebih menyenangkan, lebih tenang. Tentu, karena saat itu gue belum beranjak dewasa sehingga permasalahan belum serumit sekarang.
    
    Ada banyak memori di kepala gue yang selalu berkelibat di kepala. Bahagia, sedih, bahagia dan sedih, biasa aja, semuanya ada. Sama siapa, di mana, kapan, tinggal pilih. Untuk kali ini gue akan menceritakan memori saat usia sekitar 4-6 tahun. Lupa tepatnya berapa.

    Saat itu gue, mama dan adik gue, Kresna, masih tinggal di Surabaya yaitu di rumah nenek. Lupa sih kejadian ini udah ada adik gue belum, karena dia lahir tahun 2000. Sedangkan gue lupa ini usia berapa, karena pas gue 4 tahun itu tahun 1999. Dan kenangan gue ini rasanya gue masih anak tunggal.

    Kami tinggal di Surabaya tidak bersama bapak gue karena beliau harus kerja di Jakarta. Belum ikut pindah di Jakarta karena nggak tau ya? Mungkin karena belum ada tempat tinggal, finansial belum kuat buat ngontrak atau entah apa yang pasti gue tinggal di Surabaya. Mungkin juga karena Jakarta dan sekitarnya belum kondusif setelah kerusuhan 1998? Entahlah, gue sok tahu aja.

    Bapak selalu menyempatkan pulang ke Surabaya satu bulan sekali atau lebih lama dari itu. Tergantung pekerjaan tentunya. Setiap beliau pulang, pasti kami jalan-jalan walau cuma ke mal. Jangan sedih karena mal di Surabaya cukup menarik karena ada semacam "Dufan" kecil atau "Timezone" besar di dalam mal. Semacam Fun World di AEON BSD sekarang, ada wahananya.

    Dulu saat kecil gue susah makan, namun bapak gue ini suka memaksa untuk makan pakai nasi. Harus pakai nasi. Saat di mal, gue harus makan pakai nasi apapun itu. Sedangkan gue nggak mau karena nggak lapar dan nggak nafsu juga makan pakai nasi. Gue pilihlah bakso, eh tetep dipaksa pakai nasi. Yaudah ngambeklah aku dengan cara: lari menghilang dari mereka. Gue jalan aja keluar foodcourt dengan drama mama manggil-manggil nama gue, "Lila! Lila!" tapi aku tuh maunya dikejar bukan cuma dipanggil!
    
    Lalu ketika sudah sampai di ujung foodcourt, jujur gue bingung mau ngapain. Dulu gue sudah cemen. Nggak berani kabur jauh gitu. Apalagi udah nonton film Joshua Oh Joshua, yang kepisah sama orangtuanya dari kecil. Yaudah gue diam saja bingung langkah selanjutnya apa. Eh mamaku menghampiri untuk menarikku kembali. Nah gue masih gengsi tuh untuk kembali. Lalu ditinggal mama lagi. Bingung deh.

    Akhirnya dengan menekan beribu-ribu gengsi, gue kembali ke mereka. Sempat panik karena nggak nemu-nemu. Eh ternyata mereka sudah duduk. Saking leganya ketemu di antara ramainya pengunjung mal, gue memeluk bapak dari belakang. Baksoku sudah dipesan namun tetap harus pakai nasi makannya. Tapi boleh sedikit aja nasinya. Case closed!

    Ada banyak kenangan pergi ke mal, salah satunya itu. Ada lagi yang lagi asyik di mal, eh disuruh keluar cepat dari mal karena ada isu malnya mau dibom. Lupa saat itu kenapa. Di kepala gue penyebabnya karena mal tersebut banyak pengunjung dari etnis Tionghoa/Cina, jadi ya gitu deh. Paham kan. Jadi lari-lari tuh kami keluar dari mal. Alhamdulillah cuma isu walau udah capek banget tuh, bun, bapak saya gendong saya. Malnya nggak kecil, itu Tunjungan Plaza kalau nggak salah. TP tuh bukan kayak PIM yang cuma sampai PIM 3. TP tuh sampai 6. Enam.

    Begitulah kira-kira memori masa kecilku yang ngambek sampai kelelahan di mal akibat lari-lari. Semoga kamu merasa terobati kerinduan pergi ke malnya!

Senin, 14 September 2020

Happy Things


    Hal-hal yang bikin bahagia ini seringnya muncul secara menegejutkan alias "Oh, ini bikin gue senang ya ternyata". Apa aja? Jujur bingung, lupa. Tapi akan gue coba list perlahan:

1. Punya merchandise Harry Potter. Hal ini karena gue suka banget Harry Potter dari kecil tapi emang agak kurang mampu aja ya buat beli bukunya, apalagi merchandise-nya. Jadi pas sekarang sudah punya penghasilan sendiri, jadi sering beli barang-barang Harry Potter. Rasanya tuh kayak "Hah akhirnya..".

2. Nonton konser musisi yang sering gue dengarkan. Gue suka nyanyi, walaupun suara juga nggak bagus. Makanya suka nonton konser atau live music karena bisa nyanyi bareng.

3. Tidur. Ini adalah pelarian dari hidup sih. Ada masalah apa, enaknya tidur. Dunia mimpi tuh lebih indah dibanding dunia ini. Walaupun mimpi buruk, tapi bisa lho kita sugesti pikiran saat di mimpi supaya mimpinya berubah skenario sesuai mau kita.

4. Jalan-jalan sama keluarga. Gue ke Tip Top sama keluarga juga udah suka. Soalnya kayak aji mumpung. bisa mumpung-buying

5. Ketemu sama si dia. Yaelah si dia udah macem majalah Gadis. Habisnya bingung, nggak selalu sudah jadi pacar juga. Ya intinya kencan lah ya. 

6. Nongkrong sama teman-teman. Bahkan saling diam pun kita pernah.

7. Menggambar bersama. Sendiri suka, tapi kalau bareng-bareng rasanya semangat banget. Sayangnya udah jarang.


Kira-kira itu. Ada banyak. Tapi sejujurnya hari ini sedang tidak dalam mood yang baik jadi yaudah see ya!

Minggu, 13 September 2020

Introduce again, Lila.


Tantangan 30 hari menulis.
Mengingat kurang dari 30 hari lagi gue akan berusia perak, gue mencoba untuk kembali ke blog ini untuk menulis hal-hal biasa yang ada di kepala.

My Personality

    Terakhir gue menulis di blog ini entah kapan, cukup malas untuk gue ngecek kapan tepatnya. Bertahun-tahun lalu, yang pasti. Padahal banyak yang menunggu kelanjutannya, sepertinya gitu. Dari sini tentu kita semua sudah tahu kalau salah satu hal yang paling kelihatan di dalam diri gue adalah malas.

    Gue cukup malas menjadi orang. Sangat sadar diri. Malas keluar rumah, malas ketemu banyak orang, malas memulai sesuatu, malas melanjutkan sesuatu yang sudah lama tertunda, pokoknya semua malas. Jadi jelas juga kalau gue nggak begitu suka olahraga karena malas gerak adalah diriku. Tapi sejujurnya gue tidak semalas itu. Ketika gue sudah mau memulai sesuatu, mencintai sesuatu, penasaran setengah mati, merasa tersaingi dan nggak mau kalah, gue nggak akan malas untuk ngelakuinnya. Ada banyak hal yang bisa membangkitkan semangat gue dalam melakukan suatu hal.
     
    Lahir sebagai Libra (as my Sun Sign), entah kenapa memang ada karakter di diri gue yang "Libra banget ini, hey!". Pertama, charming. Nggak deng. Pertama, plin-plan dan penuh pertimbangan. Ketika gue akan memutuskan sesuatu, muncul dua kolom yaitu POSITIF dan NEGATIF. Hal yang gue putuskan akan gue breakdown apa aja plus-minus yang bisa muncul dari tiap keputusan. Makanya cukup lama ketika ditanya. Hal itu juga yang membuat gue sering bersikap 'di tengah' alias netral. Gue merasa bisa paham dari beberapa sudut pandang. Memang sih hal ini nggak begitu baik, karena ujungnya gue memang harus ambil sikap. Tapi salah nggak sih?

    Sebagian orang mengetahui bahwa tren warna tahun 2020 adalah Lilac. Nama gue, Lila (nggak pake c karena ya emang kenapa sih mesti pake?). Lila adalah nama panggilan yang diberikan oleh kakek gue (bapaknya mama), juga dikarenakan mama suka warna ungu muda. Banyak orang yang cuma tahu nama panggilan gue aja. Beberapa kaget tahu nama gue Nabilla Aliefiani Jayanti. Nggak cocok katanya hahaha. Lila sendiri adalah warna ungu muda, yang menurut gue manis tapi dianya kurang yakin. Kadang hadir kemanisan, kadang terlalu pucat. Di tengah, kayak gue. Tapi kemudian tahun yang penuh keanehan ini memiliki Lilac sebagai tren warna. Lalu aku sadar, apakah Lila ini bencana? I will be if you....kagak sih. Lu mau ngapain gue juga kayaknya gue memilih bodo amat sekarang karena kembali ke deskripsi awal: malas.

    Gue mau mendeskripsikan tentang diri gue itu intrivert atau ekstrovert. Jawabannya, gue pun bingung. Dua kali tes MBTI, hasilnya beda. Tapi keduanya punya persamaan sih, yaitu perbandingannya nggak begitu jauh. Lupa tepatnya, tapi misalnya sisi introvert 53%, ekstrovert 47%. Tes selanjutnya mirip begitu tapi ekstrovert lebih besar. Dua tes itu gue lakukan di waktu yang berbeda ya, beda berapa tahun. Terakhir ekstrovert hahaha. Mungkin salah satu sisi terbuka dari gue adalah gue bisa bercerita ke orang-orang. Nggak melulu cerita yang bersifat TOP SECRET OF ME, tapi kalau dipancing tuh ada yang gue ceritain. Asal orangnya enak aja. Ya standarlah. 

    Banyak yang bilang gue bercanda mulu, selalu ketawa, hidupnya berwarna. Gue sempat kaget ketika tahu impresi orang ke gue kayak gitu. Kalau kayak ketawa dan bercanda mulu, salah satunya karena gue memang sering mencoba mengubah pandangan terhadap masalah menjadi komedi. Dulu gue pernah di posisi di mana cukup stres terhadap suatu masalah lalu salah satu teman yang akhirnya tahu masalah gue tuh tiba-tiba memberi pendapatnya yang jadi bikin ketawa. Sumpah, dari situ gue cukup merasa lebih lega dan coba lihat sisi lucunya dari suatu hal aja. Hal ini yang kadang membuat gue dianggap susah serius atau terlalu banyak bercanda.

    Cukup kali ya mengenai pribadi gue? Apalagi sih yang kalian mau tahu? Tanya aja di WhatsApp langsung hehe.